Lembar Informasi 2008-01, Wajah Perikanan dan Kelautan Indonesia

fs0801-wajah-perikanan-kelautan-indonesia.jpgfs0801-tingkat-eksploitasi-ikan-indonesia.jpg

Memasuki Strategi Pengelolaan yang Berkelanjutan

DUNIA perikanan dan kelautan di seluruh belahan dunia sedang mengalami krisis sumberdaya. Peneliti perikanan menemukan bahwa stok ikan berbagai jenis turun akibat kegiatan tangkap lebih maupun tangkap penuh. Di Indonesia, krisis perikanan juga terjadi karena penangkapan yang menggunakan bom ikan maupun racun.

Data Departemen Kelautan dan Perikanan menunjukkan, Indonesia mengalami kerugian sebesar USD 2 juta setiap tahun  akibat pelanggaran pengelolaan perikanan yang terjadi hampir diseluruh propinsi di Indonesia.  Untuk mengurangi kerugian tersebut, Pemerintah menerapkan pengelolaan perikanan tangkap Indonesia sebesar 80 persen dari nilai Maximum Sustainable Yield (MSY) yang nilainya ditaksir 5,0 juta ton per tahun. Data tahun 2002 menunjukkan produksi perikanan tangkap hanya 4,4 juta ton, masih terdapat selisih angka yang membuka peluang pengelolaan perikanan terus berjalan dengan membawa paradigma sumberdaya laut tak akan pernah habis. Upaya untuk mencegah tekanan atas sumberdaya perikanan dan kelautan juga merujuk pada laporan FAO 2007 yang menyebutkan bahwa penduduk dunia mengkonsumsi ikan sebanyak 16,6 kg/kapita/tahun. Di Indonesia  4,6 juta warga menggantungkan hidup dari sumberdaya laut, menunjukkan betapa tingginya tingkat konsumsi ikan, belum termasuk tingginya angka ekspor ikan ke seluruh belahan dunia. Pengkajian stok menunjukkan, Pendapatan Indonesia dari sektor perikanan menghadapi risiko tinggi untuk menurun secara drastis karena eksploitasi berlebihan berbagai stock ikan. Sejumlah peneliti mengatakan, Kebijakan pemerintah yang menekankan keuntungan ekonomis dalam 1-2 tahun ke depan berisiko terhadap penurunan pendapatan perikanan secara signifikan untuk jangka menengah 5-10 tahun. Beberapa jenis perikanan menghadapi risiko kebangkrutan karena kehabisan stock, dan karena itu akan menimbulkan penurunan kesempatan kerja dan pendapatan.  Suatu lokakarya yang dilakukan beberapa waktu yang lalu untuk menduga status perikanan dari 5 (lima) wilayah penangkapan menunjukkan gejala yang jelas telah terjadi penangkapan berlebihan (lihat lampiran)

Berbagai alasan tersebut, mendorong pemerintah Indonesia hari ini untuk menyatakan secara tegas bahwa sumberdaya perikanan sudah pada posisi tak aman. Pelanggaran pengelolaan perikanan terjadi di beberapa wilayah penangkapan di Indonesia. Pemerintah berpendapat angka potensi tak dapat lagi dijadikan acuan dalam pengelolaan perikanan. Karena itu perlu perubahan paradigma dari sebelumnya open access menjadi control acces, dimana perbaikan sistem perizinan wajib diberlakukan secara ketat agar pembagian kuota sumberdaya ikan bisa dilakukan dan dikontrol. Secara teknis sistem ini mengarahkan agar  Izin kapal dengan bobot di atas 30GT dikeluarkan oleh pemerintah pusat sedang izin kapal berbobot 10GT-30GT dikeluarkan oleh pemerintah provinsi. DKP juga mengeluarkan rekomendasi terhadap Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) . Yakni untuk selanjutnya RPP disusun berdasarkan kewilayahan dan disesuaikan dengan jenis sumber daya ikannya. Sebagai contoh: RPP Perikanan Demersal Selat Malaka, RPP Perikanan Pelagis Kecil Laut Jawa, RPP Perikanan Udang Laut Arafura, dan sebagainya. Untuk  perikanan perairan umum, penyusunan RPP didasarkan pada kesamaan limno-ekologi, kearifan lokal dan administrasi pemerintahannya. Sebagai contoh: RPP di Danau Sembuluh, Daerah Aliran Sungai Seruyan, Kalimantan Tengah; RPP Daerah Aliran Sungai Barito (Provinsi Kalimantan Selatan dan Tengah).

Strategi lainnya adalah menjalankan kebijakan yang berorientasi pada pro poor,pro job dan pro growth. Yakni kebijakan yang berpihak pada peningkatan peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat nelayan skala kecil, dan memberikan dampak yang nyata dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat (Berita lengkap, simak Gatra 18 April 2007). Bila berbagai kerja-kerja tersebut bila dilakukan secara maksimal dan kolaboratif dengan semua pihak, maka tindakan tersebut juga akan mendukung International Year of the Reef (IYOR) yang tengah berjalan tahun 2008 ini.Apa yang tengah dilakukan Pemerintah juga bisa menjadi peluang sekaligus tantangan yang akan diperdebatkan dalam World Ocean Conference (WOC) di Manado nanti.  (Sumber :Balai Riset Perikanan Laut Indonesia)

One Response

  1. Perlu adanya sosisalisasi perikanan/perijinan kepada masyarakat pesisir di NTT (saat kami penmyuluhan perikanan di Kupang mereka antusias sekali dan perlu pembinaan untuk pemasaran hasil tangkapan ikan)

Leave a comment